Pasal Pencemaran Nama Baik dalam UU ITE
Adapun pencemaran nama baik melalui media elektronik diatur dalam Pasal 27A UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE yang berbunyi:
Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.
Lebih lanjut, kami menguraikan unsur-unsur dalam Pasal 27A UU 1/2024 sebagai berikut:
Adapun ancaman pidana bagi pelanggar Pasal 27A UU 1/2024 adalah dipidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp400 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (4) UU 1/2024.
Dalam Penjelasan Pasal 27A UU 1/2024 diterangkan bahwa perbuatan “menyerang kehormatan atau nama baik” adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri orang lain sehingga merugikan orang tersebut, termasuk menista dan/atau memfitnah.
Baca juga: Ini Bunyi Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang Dianggap Pasal Karet
Selain itu, diatur pula soal ancaman pencemaran dalam Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa orang supaya:
Yang dimaksud dengan "ancaman pencemaran" adalah ancaman menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum, sebagaimana disebutkan Penjelasan Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024.
Pelanggar Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024 dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (10) UU 1/2024.
Namun, patut dicatat, Pasal 27A dan Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024 merupakan tindak pidana aduan absolut yang hanya dapat dituntut atas pengaduan korban atau orang yang terkena tindak pidana dan bukan oleh badan hukum.[2]
Video: Miris! Jutaan Warga RI Terjerat Judi Online, Bisa Diberantas?
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran ketiga dari artikel dengan judul Perlindungan Hukum Bagi Tersangka Pencemaran Nama Baik yang dibuat oleh Rizky P.P. Karo Karo, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 30 Oktober 2019, kemudian dimutakhirkan pertama kalinya oleh Erizka Permatasari, S.H pada 16 Juli 2021, dan dimutakhirkan kedua kali oleh Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H. pada 22 Januari 2024.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Pencemaran nama baik (defamation) adalah perbuatan yang dilarang dalam KUHP yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku terhitung 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1] yaitu tahun 2026, dan juga diatur dalam UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE.
Adapun dalam KUHP maupun UU 1/2023, pasal pencemaran nama baik baik tersebar pada beberapa pasal, yakni:
Sebagai informasi, dalam perkembangannya, Pasal 310 ayat (1) KUHP telah diubah dan dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023 (hal. 358). Dalam amar putusan tersebut, Pasal 310 ayat (1) KUHP dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:
Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal dengan cara lisan, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Penjelasan selengkapnya mengenai isi Pasal 310 ayat (1) KUHP di atas dapat Anda baca pada artikel Bunyi Pasal Pencemaran Nama Baik KUHP Pasca Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023.
The New Straits Times Press (Malaysia) Berhad31, Jalan Riong, Bangsar,59100 Kuala Lumpur, Malaysia
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian aparartur sipil negara daerah, termasuk kepala daerah, bisa mendapatkan sanksi jika terbukti telah memainkan aktivitas haram itu.
Tito memastikan institusinya akan menyiapkan aturan mengenai sanksi bagi ASN yang terlibat judi online. Adapun, sanksi bagi ASN dan PNS pusat akan menjadi tanggung jawab Kementerian PAN RB dan BKN.
"Tadi ada informasi yang baru saya dengar dari teman-teman media, bahwa ada keterangan dari PPATK yang juga ikut judi online informasinya. Saya baru dengar barusan, benar atau tidak, (saya) tidak tahu, ada beberapa kepala daerah," kata Tito di Kompleks DPR RI, dikutip dari Detikcom, Jumat (28/6/2024).
Tito pun meminta PPATK untuk menyampaikan informasi jika memang ada temuan transaksi mencurigakan yang dilakukan kepala daerah. Ia bahkan menyambut baik jika PPATK mau menyerahkan temuan itu kepada Kemendagri.
"PPATK seandainya menemukan informasi transaksi mencurigakan, PPATK dapat sesuai dengan disekresinya itu menyampaikan kepada instansi yang menurut mereka yang bisa menindaklanjuti. Seandainya itu mau diserahkan kepada instansi pembinanya seperti kepala daerah semisal Kemendagri, saya akan kerjakan," tegasnya.
Tito mengatakan jika informasi transaksi mencurigakan sudah diperoleh PPATK, pihaknya bakal segera melakukan klarifikasi kepada kepala daerah yang terindikasi bermain judi online lewat Inspektorat Jenderal (Irjen) Kemendagri.
Menurutnya, permintaan klarifikasi akan berupa pemanggilan. Kepala daerah bakal ditanyai perihal temuan transaksi mencurigakan PPATK.
"Biasanya diundang, panggil, nanti ditanya transaksi tanggal sekian, angkanya sekian, itu transaksi apa. Nah apakah ada digunakan betul-betul (judi) online atau yang lain? Karena namanya juga suspicious, transaksi dianggap mencurigakan, outlier katanya," jelasnya.
Jika memang terbukti, Tito mengatakan akan ada sanksi yang menanti para kepala daerah. Mulai dari teguran ringan secara lisan maupun tertulis, pengumuman kepada publik, bahkan sampai dicopot dari jabatan bagi kepala daerah yang berstatus Penjabat Sementara (PJ).
Besaran sanksi pun kemungkinan besar menyesuaikan jumlah transaksi judi online yang dilakukan kepala daerah tersebut. Dia mengingatkan jika status kepala daerah yang ketahuan memainkan judi online adalah definitif, maka Kemendagri bisa mengungkap identitas lengkapnya. Hal ini notabene bakal merugikan elektabilitas kepala daerah yang hendak maju lagi dalam Pilkada 2024.
"Kalau kita lihat besar dan frekuensinya sering, kalau dia PJ mungkin saya akan ganti ya. (Jadi) Sampaikan aja itu (datanya). Tapi kalau definitif, bisa kita berikan sanksi tertulis yang hasil Pilkada 270 (kepala daerah definitif) tadi. Tapi kalau memang klarifikasi sudah dilaksanakan dan buktinya benar, maka bisa saja kita nanti akan sampaikan kepada publik dan ingat risikonya ini mau pilkada, ya. Hal-hal negatif akan berdampak terhadap elektabilitas," tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengungkapkan judi online telah membuat masyarakat kecanduan. Bahkan, menurutnya banyak pegawai negeri sipil yang juga ikut kecanduan.
Dia bilang dirinya sering mendapatkan laporan berupa foto yang menunjukkan pegawai negeri main judi online. Katanya, hal ini seringkali terjadi di pemerintah daerah.
"Waktu awal-awal saya masuk, saya difotoin sama teman-teman saya tuh. Ini pegawai kita banyak yang main judi. Korbannya kan gila-gilaan, Pemda, pejabat Pemda, ASN, semuanya," ungkap Budi Arie dalam konferensi pers yang disiarkan virtual, Jumat (20/10/2023).
Saksikan video di bawah ini:
Memviralkan Fakta di Medsos, Bisakah Kena Pasal Pencemaran Nama Baik?
Kemudian menyambung pertanyaan Anda, tentang apabila isi konten tersebut merupakan sebuah fakta atau kenyataan, bisakah termasuk dalam pencemaran nama baik? Sepanjang penelusuran kami berdasarkan Lampiran SKB UU ITE yang menerangkan perihal Pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang pencemaran nama baik sebelum diubah dengan Pasal 27A dan Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024, jika muatan/konten tersebut berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan, maka bukan termasuk delik pencemaran nama baik (hal. 11).
Selain itu, menurut Pasal 45 ayat (7) UU 1/2024 perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 27A UU 1/2024 tersebut tidak dipidana dalam hal dilakukan untuk kepentingan umum atau dilakukan karena terpaksa membela diri.
Dengan demikian, kami berpendapat konten dan konteks menjadi bagian yang sangat penting untuk dipahami. Tercemarnya atau rusaknya nama baik seseorang secara hakiki hanya dapat dinilai oleh orang yang bersangkutan. Dengan kata lain, korbanlah yang dapat menilai secara subjektif tentang konten atau bagian mana dari informasi atau dokumen elektronik yang ia rasa telah menyerang kehormatan atau nama baiknya.
Sehingga dari konten dan konteks tersebut perlu ditafsirkan lebih lanjut apakah benar memenuhi unsur pencemaran nama baik atau tidak.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 78/PUU-XXI/2023.
Berapa Modal Minimal Untuk Main Judi Onlineltzfb PDF
Seperti yag kita ketahui bahwa dalam KUHP terdapat banyak pasal yang mengatur pencemaran nama baik. Melansir dari buku KUHP serta Komentarnya oleh R. Soesilo , terdapat beberapa bentuk hukum pencemaran nama baik, yakni:
Pasal ini membahas tentang tindak pencemaran yang diutarakan secara lisan. Ketika individu terbukti melakukan komponen-komponen pencemaran melalui ucapan, maka yang bersangkutan dapat dijerat dengan pasal ini.
Pasal 310 ayat 1 KUHP menyatakan "Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah."
Pasal ini sering diterapkan pada kasus penghinaan di media sosial atau forum publik, di mana pelaku secara verbal menyebarkan tuduhan yang dapat merusak reputasi korban.
Pasal berikut mengatur tentang tindakan pencemaran nama baik yang dilaksanakan dalam bentuk tertulis. Individu yang mencoreng nama baik pihak lain melalui tulisan bisa dikenai sanksi pasal ini.
Pasal 310 ayat 2 menjelaskan "Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah."
Di era digital, pasal ini juga mencakup pencemaran nama baik melalui media elektronik seperti email, blog, atau platform digital lainnya.
Pasal 311 KUHP mengulas mengenai aksi fitnah yang dilaksanakan oleh seseorang. Tindakan fitnah yang berpotensi merusak reputasi individu lain dapat dikenakan sanksi berdasarkan pasal ini.
Pasal 311 ayat 1 KUHP berbunyi "Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tiada dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun."
Perbedaan utama antara pencemaran nama baik dan fitnah adalah pada unsur pembuktian. Dalam kasus fitnah, pelaku tidak dapat membuktikan tuduhannya dan sudah mengetahui bahwa tuduhannya salah sejak awal.
Pasal 315 KUHP memberikan ketentuan tentang penghinaan ringan yang dilaksanakan seseorang. Definisinya, ketika seseorang menghina atau mengucapkan kata-kata kasar yang menurut pandangan masyarakat termasuk dalam kategori penghinaan, maka hal tersebut dapat memenuhi elemen dari pasal 315.
Pasal 315 KUHP menyatakan "Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah."
Pasal ini sering diterapkan pada kasus penghinaan sehari-hari seperti menggunakan kata-kata kasar di tempat umum atau mengirim pesan berisi hinaan langsung kepada korban.
Pasal 317 KUHP menguraikan tentang tindakan memfitnah melalui pengaduan. Definisi memfitnah dengan pengaduan dalam pasal 317 KUHP pada ayat 1 yang berbunyi "Barang siapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa, baik secara tertulis maupun untuk dituliskan, tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang, diancam karena melakukan pengaduan fitnah, dengan pidana penjara paling lama empat tahun."
Pasal ini khususnya melindungi masyarakat dari tindakan pelaporan palsu yang sengaja dilakukan untuk menjatuhkan nama baik seseorang di hadapan pihak berwenang.
Pasal ini menjelaskan tentang pencemaran nama baik terhadap individu yang telah meninggal dunia. Perbuatan semacam ini dapat dikenai sanksi sesuai pasal 320 ayat 1 KUHP.
Pasal 320 ayat 1 menetapkan "Barang siapa terhadap orang yang sudah mati melakukan perbuatan yang kalau orang tersebut masih hidup, akan merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak tiga ratus rupiah."
Pasal ini memperlihatkan bahwa hukum juga melindungi kehormatan orang yang sudah meninggal, dan keluarga almarhum memiliki hak untuk menuntut jika terjadi pencemaran nama baik terhadap orang yang telah meninggal.
JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri mengimbau masyarakat untuk tidak bermain judi online.
Wakil Direktur Tindak Pidana Siber (Wadirtipidsiber) Bareskrim Kombes Dani Kustoni mengingatkan setiap pelaku judi online, baik bandar/penyelenggara maupun pemainnya, bisa dikenakan sanksi pidana.
"Karena kita pahami bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada baik itu dalam KUHP maupun yang UU ITE, sanksi pidana tidak terbatas kita terapkan kepada penyelenggara saja. Jadi pemain pun dapat dikenakan sanksi pidana," ujar Dani kepada wartawan, Kamis (31/8/2023).
Oleh karenanya, ia mengajak masyarakat tidak terlibat di dalam segala tindak perjudian.
Baca juga: Polri Tangkap 866 Tersangka Judi Online hingga 30 Agustus 2023
Lebih lanjut, Dani mengatakan, perjudian juga berdampak ke orang lain serta bisa membuat pemainnya kecanduan.
"Nah tentunya ketika sudah kecanduan kemudian secara finansial atau perekonomian, kekuangan habis, ini juga berdampak pada stres, cemas, dan bahkan bisa melakukan tindak pidana atau tindak kriminal lainnya," ucapnya.
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Adi Vivid Agustiadi Bachtiar mengungkapkan sudah total 866 tersangka kasus judi online yang ditangkap sepanjang tahun 2022 hingga 30 Agustus 2023.
Rinciannya, sepanjang 2022 terdapat 760 tersangka ditangkap. Sedangkan sepanjang 2023 sejak awal tahun hingga 30 Agustus kemarin sudah ditangkap 106 tersangka.
Baca juga: Bareskrim Akan Panggil Wulan Guritno Usai Viral Diduga Promosikan Judi Online
"Pengungkapan jumlah tersangkanya, untuk tahun 2022, kita amankan tersangka judi online 760. Sedangkan untuk tahun 2023, 106," kata Adi Vivid kepada wartawan, Kamis (31/8/2023).
Menurutnya, untuk penangkapan tersangka kasus judi online pada tahun ini masih terus diproses, baik di jajaran Dittipidsiber maupun jajaraan polda.
Sementara itu, Adi Vivid belum bisa merincikan ada berapa bandar judi online dari ratusan tersangka yang sudah ditangkap. Sebab, hal itu belum dirincikan dalam katagori.
"Untuk datanya mana yang bandar atau ini kami tidak punya data lengkap, tapi nanti itu bisa kami susunkan kategorinya," ujarnya.